gussaid kh achmad said asrori di puri tuk songo, cacaban, kota magelang dalam rangka pengajian isra' mi'raj 2017selasa, 9 mei 2017
Dalamkesempatan yang sama, KH. Ahmad Izzudin,Lc.,M.Si selaku Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Magelang berharap penyuntikan vaksin Covid-19 tersebut dalam mencegah penularan virus Covid 19. "Semoga vaksinasi ini bisa memberikan hard imunity kepada jajaran Pengurus di PCNU Kabupaten Magelang.
AsroriAhmad, Tempuran, Magelang. Nama terakhir ini, konon juga banyak melakukan penerjemahan atas kitab-kitab berbahasa Arab ke bahasa Jawa. Produktifitasnya, menurut Kiai Said, setara dengan KH. Bisri Musthofa dan KH. Misbah Mustafa. "Tiga ini tidak ada tandingannya dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kutubul Qadimah," ujar Kiai Said Asrori.
16K views, 61 likes, 8 loves, 2 comments, 13 shares, Facebook Watch Videos from Kang Anas: Doa Romo KH. Ahmad Said Asrori, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatutthulab Wonosari Tempuran, Magelang yang
perhatikan gambar berikut luas daerah yang diarsir adalah. Home Jawa Tengah & DIY Kamis, 11 Agustus 2022 - 1048 WIBloading... Pengasuh Ponpes Roudlotuttulab Tempuran Magelang KH Said Asrori. Foto/IST A A A MAGELANG - Pengasuh Ponpes Roudlotuttulab Tempuran Magelang KH Said Asrori mengapresiasi langkah tegas jajaran Polri di bawah pimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah menetapkan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus meninggalnya Brigadir J . Ini merupakan langkah besar Polri dalam penegakkan hukum."Kami mengapresiasi langkah tegas dari Kapolri dan jajaran dalam menangani kasus yang melibatkan perwira Polri ini. Kapolri dan jajarannya telah menjawab pertanyaan masyarakat sehingga bisa teridentifikasi siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut," kata KH Said Asrori yang juga sebagai Katib Aam Pengurus Besar Nahdatul Ulama NU, Kamis 11/8/2022. Baca Juga Said Asrori berharap, Kapolri beserta jajarannya bisa menuntaskan kasus ini sehingga masyarakat bisa mendapat jawaban yang pasti atas penanganan kasus ini. "Semoga Kapolri beserta jajarannya senantiasa diberi kekuatan lahir dan batin, sehingga bisa menuntaskan kasus ini. Sehingga masyarakat bisa diberikan jawaban yang pasti dan tuntas," ujarnya. Baca Juga Dirinya berharap bahwa kasus ini bisa segera selesai sekaligus menjadi pelajaran bagi semua pihak. "Kita harap segera tuntas. Semuanya kembali normal dan Polri kembali konsentrasi dalam melayani masyarakat. Semoga kasus internal ini bisa segera selesai," tuturnya. don kapolri listyo sigit prabowo ferdy sambo brigadir j Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 22 menit yang lalu 23 menit yang lalu 26 menit yang lalu 27 menit yang lalu 42 menit yang lalu 50 menit yang lalu
.Katib Aam PBNU KH. Ahmad Said Asrori. "Penulisan atau turots itu tidak harus berbahasa Arab, saya pikir," ungkap Katib Aam PBNU KH. Ahmad Said Asrori dalam acara bedah kitab di Hotel Sultan, Jakarta beberapa waktu lalu 7/2/2022. Turots, menurut Kiai Said Asrori, juga termasuk karya-karya terjemahan atas kitab-kitab bahasa Arab dalam bahasa Jawa termasuk juga Madura, Sunda dan bahasa Nusantara lainnya. Kitab tersebut biasanya dicetak dengan makna gandul dari kata perkata. Lengkap dengan tanda i’rabnya yang khas Nusantara. Seperti "mubtada" yang ditandai dengan "utawi", ataupun "khabar" yang ditandai dengan lafaz "iku". Apa yang diungkapkan oleh Kiai Said Asrori tersebut, memang benar adanya. Karya-karya terjemahan model demikian tak ubahnya karya-karya pinggiran. Jika mau jujur, nyaris tak mendapat perhatian yang signifikan dari para intelektual muslim Indonesia, bahkan yang berlatar belakang pesantren sekalipun. Signifikasi Karya Kitab Terjemahan Membaca ataupun mengkaji karya terjemahan yang demikian itu, seolah mengurangi kadar intelektualitas seorang cendekiawan. Menandakan penguasaan bahasa Arab yang lemah saat membaca karya-karya demikian. Namun, jika hendak berpikir lebih jauh, karya-karya yang dianggap pinggiran ini, memiliki signifikansi tersendiri. Setidaknya ada tiga hal yang bisa dikemukakan dalam tulisan ini. Pertama, diakui atau tidak, karya-karya inilah yang menyentuh kalangan pembaca yang amat luas. Selain di kalangan pesantren sendiri biasanya untuk bacaan bagi santri pemula atau sebagai muqabalah/ pembanding, juga dibaca luas di masyarakat. Seperti di pengajian-pengajian kecil di musala, surau, majelis taklim dan sejenisnya. Atau kalangan santri mustami' yang hanya sebatas mampu membaca huruf Arab dan Pegon belaka. Baca juga Kitab “Tasripan” dan Potret Pesantren di Tatar Sunda Akhir Abad 19 Tidak ada statistik yang mengungkap seberapa besar pengakses bacaan demikian. Namun, menurut keterangan dari pemilik Toko Kitab Salim Nabhan Surabaya saat saya wawancara pada 2021 lalu, setiap tahunnya ada puluhan ribu eksemplar yang ia jual. "Per judul, sekali cetak minimal sepuluh ribu. Rata-rata satu tahun sudah habis," ungkapnya. Dari jumlah ini, bisa dibayangkan signifikansi karya-karya terjemahan tersebut, dalam membentuk pemahaman keagamaan masyarakat Indonesia. Semakin luas pembacanya, tentu saja, semakin kuat pula pengaruhnya, bukan? Signifikansi kedua, tentu saja, karya-karya tersebut adalah rekaman sanad intelektual yang komprehensif. Sebagaimana diketahui, sanad tidak hanya sebatas si A belajar kepada si B. Namun, apa yang dipelajari dari si A ke si B itu sendirilah yang menjadi penting. Seandainya si A belajar kitab Fathul Mu'in kepada si B, maka sanad tersebut merangkum cara pembacaan, pemaknaan, penjelasan dan ihwal lainnya dari kitab tersebut yang ditransfer kepada si A. Dalam proses tersebut, yang kadang membutuhkan waktu lama, tak sedikit ada yang terlewat. Semisal, satu dua kata yang tak sempat termaknai. Atau ada satu dua kalimat yang terlewatkan pemahamannya. Tentu saja, kealpaan demikian dapat ditoleransi, apalagi si santri telah memiliki basis ilmu nahwu yang baik. Sehingga bisa membacanya sendiri. Namun, hasil pembacaan tersebut, apakah dijamin akan sama dengan apa yang sang guru ajarkan? Tak mesti. Di sinilah, karya-karya terjemahan dari para kiai-kiai kita ini, akan memberikan sanad pembacaan suatu kitab dengan seksama. Sedangkan signifikansi ketiga dari karya-karya tersebut adalah potret dari laku intelektual para kiai kita. Diakui atau tidak, karya-karya tersebut akan menjadi jejak kekaryaan yang tak bisa disepelekan. Bagaimanapun karya tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari biografi para kiai kita. Merawat Warisan Intelektual Ulama Nusantara Jika kita mengabaikan karya-karya terjemahan seperti ini, tentu saja kita akan kehilangan tambang emas intelektualisme para ulama Nusantara. Jangan sampai nantinya, ketika abai mengkompilasikan sedini mungkin, kelak kita akan terseok-seok mencarinya kembali. Potret hari ini menggambarkan hal tersebut. Bagaimana saat kita menelusuri karya-karya ulama Nusantara pada abad 19 hingga paruh pertama abad 20, begitu kesulitan. Bagai mengais jarum di tumpukan jerami. Berbeda misalnya dengan Martin Van Bruinessen, indonesianis asal Belanda itu, cukup mendatangi Perpustakaan KTLV Leiden saat meriset tentang kitab kuning di Indonesia. Di sana, para orientalis pendahulunya, LWC Van den Berg, rajin mengumpulkan berbagai kitab yang dikumpulkan dari pesantren-pesantren pada pertengahan abad 19. Pada periode mutakhir, hal serupa dengan Berg juga dilakukan oleh Sophia University. Kampus di Jepang ini, pada 2006, mengumpulkan sejumlah kitab cetak yang ditulis atau diterjemahkan oleh ulama di Asia Tenggara, kitab yang dicetak di Asia Tenggara dan kitab yang ditulis, diterjemah, atau disyarah oleh ulama Non-Asia Tenggara namun dicetak di Asia Tenggara. Hasil pengumpulan tersebut kemudian diteliti dan diterbitkan menjadi katalog berjudul "A Provisional Catalogue of Southeast Asian Kitabs of Sophia University" pada 2015. Tak kurang dari 1817 judul kitab yang berhasil didata. Baca juga Kyai Sahal Mahfudz, Kitab Anwar Al-Bashair dan Tradisi Literasi Pesantren Dari praktek ini, memantik keprihatinan penulis. Bagaimana mungkin orang Jepang demikian tergerak untuk mengumpulkan kekayaan intelektual ulama Nusantara, sedangkan kita masih acuh tak acuh. Akankah anak cucu kita, lima puluh tahun lagi, harus ke Jepang hanya untuk membaca karya-karya ulama kita dewasa ini, Sebagaimana kita harus melawat ke Leiden hanya untuk menelusuri karya-karya ulama terdahulu? Dari sinilah, penulis mulai mengumpulkan terbitan-terbitan sejenis. Saya mendatangi sejumlah toko kitab. Seperti toko kitab 65 di Pasar Rogojampi, Banyuwangi, Toko Kitab Salim Nabhan di Surabaya dan terakhir di Toko Kitab Menara Kudus di Yogyakarta. Alhamdulillah, sudah ada puluhan judul yang bisa penulis kumpulkan. Tak seberapa memang. Tapi, penulis optimis, seiring waktu, koleksi ini akan terus membesar. Dari puluhan koleksi tersebut, setelah penulis amati, ternyata ada sejumlah karya dari Kiai Ahmad Said Asrori. Di antaranya adalah terjemah bahasa Jawa dari Kitab Kifayatul Atkiya' Al-Miftah, Surabaya. Selain itu, juga ada kumpulan khutbah Jum'at berjudul As-Sa'diyah Al-Miftah, Surabaya. Karya-karya Kiai Said Asrori ini ternyata melanjutkan kiprah para pinisepuhnya. Di antaranya sang ayahanda sendiri; KH. Asrori Ahmad, Tempuran, Magelang. Nama terakhir ini, konon juga banyak melakukan penerjemahan atas kitab-kitab berbahasa Arab ke bahasa Jawa. Produktifitasnya, menurut Kiai Said, setara dengan KH. Bisri Musthofa dan KH. Misbah Mustafa. "Tiga ini tidak ada tandingannya dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kutubul Qadimah," ujar Kiai Said Asrori. Beberapa judul karya Kiai Asrori Ahmad yang berhasil penulis kumpulkan dan kini menjadi koleksi Komunitas Pegon adalah Irsyadul Ibad Menara Kudus, Riyadus Sholihin Menara Kudus, dan Risalatul Muawanah Menara Kudus. Sidang pembaca yang terhormat, adakah yang juga memiliki kecenderungan untuk mengkoleksi kitab-kitab yang sama? Yuk sharing koleksi. Artikel pertama kali dimuat di Alif.
Kamis, 26 Mei 2022 Bagikan KH Asrori Ahmad, Magelang, Jawa Tengah 1923-1994 adalah penulis kitab yang produktif dari kalangan pesantren. Menurut cerita putranya KH Ahmad Said Asrori, beliau selalu menulis dalam keadaan suci. Kalau berhadats, Kiai Asrori akan bersuci kembali. Simak video bermanfaat lainnya di kanal Youtube NU Online! Subscribe! Tags Bagikan Terkait Akhlak Habib Umar bin Hafidz & Para Ulama Sowan Senin, 26 April 2021 Ulama yang Layak Diikuti Kajian Tafsir Selasa, 12 Januari 2021 Gus Dur Ulama Akan Dikutuk jika... Taushiyah Ahad, 8 November 2020 Kisah Teladan Ulama dalam Perbedaan Pendapat Taushiyah Ahad, 28 Juni 2020 Kenapa Ulama Berbeda Pendapat? Syariah & Ubudiyah Jumat, 24 April 2020 KH. Achmad Chalwani Inilah Watak Nahdlatul Ulama Taushiyah Sabtu, 7 September 2019 Video Sowan Lainnya Keutamaan Bulan dan Malam Nisfu Sya'ban serta Amalannya Syariah & Ubudiyah Selasa, 7 Maret 2023 Waktu yang Disunnahkan Jenguk Orang Sakit Syariah & Ubudiyah Ahad, 27 Maret 2022 Berapakah Jarak Jeda antara Setelah Haid dan Nifas? Syariah & Ubudiyah Sabtu, 26 Maret 2022 Hal-Hal yang Dilakukan kepada Orang Sakaratul Maut Syariah & Ubudiyah Sabtu, 19 Februari 2022 Mengenal Bahtsul Masail Perempuan Syariah & Ubudiyah Ahad, 30 Januari 2022 Hukum Menikah karena Harta menurut Islam - Habib Muhammad Muthohar Syariah & Ubudiyah Kamis, 27 Januari 2022 Lafal Takbiran Hari Raya Id Syariah & Ubudiyah Senin, 26 April 2021 Pengantar Ilmu Hadits Syariah & Ubudiyah Ahad, 7 Februari 2021 Dasar Hukum Islam menurut Aqidah Aswaja Syariah & Ubudiyah Kamis, 8 Oktober 2020 Tahlilan menurut Mazhab Empat Syariah & Ubudiyah Kamis, 17 September 2020 Talqin Jenazah menurut Mazhab Empat Syariah & Ubudiyah Ahad, 17 Mei 2020 Jimat Membawa Kesuksesan? Syariah & Ubudiyah Ahad, 10 Mei 2020 Hukum Tahlilan Menurut Mazhab Empat Syariah & Ubudiyah Sabtu, 9 Mei 2020 Kenapa Ulama Berbeda Pendapat? Syariah & Ubudiyah Jumat, 24 April 2020
Jakarta, NU Online Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU telah menetapkan susunan kepengurusan masa khidmah 2022-2027. Dalam kepengurusan itu, KH Akhmad Said Asrori terpilih sebagai Katib Aam PBNU untuk meneruskan KH Yahya Cholil Staquf yang ditetapkan sebagai ketua umum. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan PBNU Nomor 01/ “Katib 'Aam, sebelah kiri saya, Almukarram KH Said Asrori,” ucap KH Miftachul Akhyar, Rais 'Aam PBNU, saat pengumuman kepengurusan PBNU masa khidmah 2022-2027 di Gedung PBNU Lantai 8, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Rabu 12/1/2022. Kiai Said Asrori bukanlah orang baru dalam kepengurusan PBNU. Saat kepemimpinan KH Ma’ruf Amin sebagai Rais 'Aam PBNU 2015-2020, ia diangkat sebagai salah satu Rais Syuriyah PBNU. Sebelumnya, KH Said Asrori juga pernah diamanahi sebagai Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama PCNU Kabupaten Magelang. Ia merupakan putra dari KH Asrori Ahmad 1923-1994. Saat ini, kiai yang menamatkan studinya di Pondok Pesantren Roudlotul Ulum, Kencong, Kepung, Kediri, PP. An-Nawawi Berjan Purworejo, PP. Roudlotut Tholibin, Rembang itu melanjutkan ayahnya dalam mengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thullab, Wonosari, Tempuran, Magelang, Jawa Tengah. Dalam mengelola pondok tersebut, ia dibantu saudara-saudaranya, antara lain KH Labib Asrori dan Kiai Kholil Mustamid Asrori. Sebagaimana diketahui, postur susunan kepengurusan PBNU ini mencerminkan realitas multipolar yang ada di lingkungan NU, baik dari segi kedaerahan, gender, maupun orientasi politik. "Seluruh daerah di Indonesia terwakili di jajaran. Sehingga PBNU yang kita miliki adalah PBNU yang berwajah Nusantara," kata KH Yahya Cholil Staquf. "Setelah 96 tahun usia NU menurut kalender Masehi atau 99 tahun, kaum perempuan diakomodasi dalam susunan PBNU," lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu. Sementara itu, Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU KH Miftachul Akhyar menyampaikan bahwa kepengurusan PBNU saat ini cukup besar. Hal ini mengingat kebutuhannya untuk bukan saja mengurusi Nahdliyin di Indonesia, tapi juga untuk dunia internasional. "Semoga NU dalam periode ini bukan sekadar besar anggotanya, tapi besar produknya dan besar kemaslahatannya untuk kepentingan umat," ujarnya Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya, Jawa Timur itu. Pewarta Syakir NF Editor Fathoni Ahmad
Magelang, NU Online Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama PCNU Magelang KH Said Asrori meminta Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama PWNU Jawa Timur melaporkan H Mahrus Ali, penulis buku “Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat dan Dzikir Syirik”, ke pihak kepolisian. Pasalnya, buku yang ditulisnya dengan judul bombastis itu mengandung unsur kebohongan publik. Selain itu, buku tersebut dinilai melecehkan amal ibadah yang selama ini dijalani warga NU. Apalagi saat ini sudah terbit buku kedua berjudul “Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, Istighosah dan Ziarah Wali” yang lebih tebal dan lebih luks. Dikatakan Kiai Said Asrori, berdasarkan pengakuan pengurus Ranting NU Sidomukti, Kebomas, Gresik yang menjadi tempat kelahiran penulisnya, H Mahrus bukanlah orang NU. Pengakuan serupa diberikan oleh pengurus MWC NU Waru, Sidoarjo, tempat H Mahrus saat ini tinggal. Keduanya memberikan kesaksian lengkap dengan kop dan stempel jam’iyah. “Bukan orang NU mengaku sebagai mantan kiai NU, itu kan jelas-jelas kebohongan publik,” kata Kiai Said di Magelang, Ahad 24/2. Putra KH Asrori Ahmad itu mengaku sudah menyampaikan keluhannya itu pada Ketua PWNU Jawa Timur Dr H Ali Maschan Moesa, MSi secara khusus. Namun sayang, ia belum mendapatkan jawaban yang menggembirakan. Tampaknya Pak Ali belum melihat hal itu sebagai persoalan yang serius dan perlu ditangani dengan segera. Munculnya ide untuk membawa persoalan itu ke meja hijau, menurut pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thullab Wonosari, Tempuran, Magelang itu karena semata-mata demi kebaikan bersama dan pesoalannya tidak semakin membesar. “Daripada warga NU yang marah mengamuk sendiri-sendiri,” tuturnya memberikan alasan. Di sisi lain, untuk memberikan pelajaran kepada penulis lain agar tidak melakukan hal yang sama di masa mendatang. “Kalau yang seperti itu dibiarkan, bukan tidak mungkin akan muncul buku yang lebih parah di waktu mendatang,” keluh alumnus Pondok Pesantren Lirboyo Kediri itu. Ia mengaku bersyukur dengan munculnya buku bantahan yang disusun oleh LBM PCNU Jember. Buku yang diberi judul "Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat dan Dzikir Syirik" itu sangat membantu dirinya untuk menenangkan warga NU di daerahnya. Dengan adanya buku itu, ia tidak perlu susah-susah lagi menjelaskan satu persatu persoalan yang sedang dihadapi. Namun, dikatakannya, kebohongan publik dan pelecehan tidak cukup hanya diselesaikan dengan menerbitkan buku bantahan sebagai penyeimbang. “Sebaiknya persoalan itu dibawa ke polisi, agar menjadi pelajaran bagi semuanya. Melecehkan orang itu ada risikonya,” tegas sepupu Gus Mus itu. sbh
kh ahmad said asrori magelang